Laman

Kamis, 21 April 2011

Tinjauan Hukum Hibah Jaringan Listrik dari Calon/Pelanggan kepada PT. PLN (Persero)

Abstract

Oleh : Miftakhus Saidin SH., MKn*

Perkembangan Industri di Indonesia begitu cepatnya seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin hari semakin bertambah, kebutuhan akan energi listrik tak pelak menjadi kebutuhan primer dari setiap orang ataupun perusahaaan yang bergerak di bidang manufaktur, keadan yang sedemikian menimbulkan supply dan demand yang tidak seimbang antara kebutuhan energi listrik dan infrastruktur dari penyedia jasa ketenagalistrikan yang notabene di Indonesia hanya PLN sebagai PKUK, keterbatasan dana PLN dalam menyediakan infrastruktur menjadikan pihak calon pelanggan dengan berbagai upaya menyediakan infrastruktur berupa jaringan listrik baik itu jaringan tegangan menengah ataupun jaringan tegangan rendah, dan pihak calon pelanggan tersebut menyerahkan infrastruktur yang dibangunnya tersebut kepada PLN karena berbagai faktor, diantaranya karena faktor penambahan asset, pemeliharaan jaringan dan mungkin faktor persyaratan yang harus dipenuhi dengan harapan bahwa energi listrik segera dapat tersalur secepatnya ke proyek proyek mereka, namun ketika penyerahan itu terjadi terjadilah peristiwa hukum yang ada akibat hukumnya. Penyerahan atau levering ialah merupakan cara memperoleh hak milik yang penting dan yang paling sering terjadi dimasyarakat, dan penyerahan ini merupakan lembaga hukum yang hanya dikenal khusus dalam hukum perdata. Dibanyak peristiwa penyerahan jaringan listrik dari calon Pelanggan ke PLN hibah merupakan kata yang sering kita dengar dan paling banyak diperbincangkan baik mengenai konstruksi hukum hibah itu sendiri maupun kewenangan dari para pihak yang membuat perjanjian itu.

Kata kunci : jaringan listrik, penyerahan, hibah


PENDAHULUAN
Jaringan listrik yang dikenal di PLN sebagai jaringan transmissi, jaringan distribusi dapat dibagi lagi menjadi jaringan Tegangan menengah dan Jaringan Tegangan Rendah adalah merupakan satu kesatuan dari komponen berbagai peralatan listrik yang dipasang sedemikian rupa sehigga menjadi satu unit, ketika calon pelanggan membangun jaringan listrik tersebut dengan biaya pembelian dan biaya biaya lain yang diperlukan yang dikeluarkan dari koceknya sendiri, maka menurut hukum dialah yang memiliki jaringan listrik tersebut dan kepadanya mempunyai Hak milik atas jaringan listrik tersebut, didalam pasal 570 KUH Perdata disebutkan bahwa :

“Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan dengan undang undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan terhadap hak hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang undang”

Pelanggaran terhadap hal hal tersebut diatas dapat dikenai sanksi sanksi tata usaha atau digugat dimuka hakim. Dari pasal 570 KUH perdata sebagaimana ditulis diatas dapat didimpulkan bahwa hak milik ialah hak dimana pemilik, dapat menguasai se bebas bebasnya atas sesuatu benda yang merupakan hak yang tak terbatas. Tetapai ternyata didalam praktek itu terdapat hubungan hubungan hukum yang menunjukkan tidak sesuai dengan teori tersebut diatassehingga meragukan mana/siapa yang sebetulnya mempunyai hak untuk menguasai yang sebebas bebasnya dalam hubungan Hukum itu [1]
Misalnya dalam contoh sebagai berikut : seorang penyewa tanah membangun sebuah gudang diatas tanah yang disewanya, sehingga dapat dikatakan bahwa gudang itu erat pertaliannya dengan tanah itu. Disini kalau kita mendasari pada pasal 571 KUH perdata maka gudang itu lalu menjadi hak pemilik tanah. Sebab azasnya menurut pasal tersebut hak milik atas tanah itu meliputi juga segala sesuatu yang diatas dan dan didalam tanah tersebut (Pasal 571 KUH Perdata). Akan tetapi kenyataannya pemilik tanah itu tak mempunyai wewenang apa apa terhadap gudang yang didirikannya itu. Si penyewa tanah itu lah yang mempunyai wewenang sepenuhnya atas gudang tersebut, ia dapat memakainya dapat memindahtangankannya atau membongkar gudang tersebut.akan tetapi tokh sistem KUH Perdata pemilik tanah itu yang menjadi pemilik dari gudang tersebut (Pasal 571 KUH Perdata), tapi dalam kenyataannya tak mempunyai wewenang apa apa.
Yang perlu dicermati dari contoh diatas adalah bahwa jaringan listrik itu sendiri yang nyata nyata berdiri diatas tanah baik itu tanah hak milik, tanah negara, tanah sewa atau tanah dengan hak hak lain merupakan suatu benda yang mempunyai nilai ekonomis kepadanya berlaku hak kepemilikan benda bagi yang memiliki dan dalam penyerahan nya berlaku pula ketentuan ketentuan hukum yang mendasarinya. Dalam konteks penyerahan jaringan perlu kiranya di kaji secara normatif tentang definisi dari jaringan listrik sebagai benda, dari pernyataan diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Apakah jaringan listrik sebagai benda tidak bergerak ataukah benda bergerak ?
Bagaimanakah cara penyerahan jaringan listrik dan dengan konstruksi hukum apa?
Hukum Benda diatur dalam Buku II KUH Perdata, sistematika Hukum Benda adalah yang pertama mengatur pengertian dari benda, apa yang dimaksud dengan benda, dan yang kedua adalah pengertian benda, secara yuridis didalam pasal 499 KUH Perdata, yang dinamakan benda adalah tiap tiap barang dan tiap tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. Didalam KUH perdata kata “zaak” dipakai tidak hanya dalam arti benda berwujud saja, misalnya pasal 580 KUH Perdata menentukan beberapa hak yang disebut dalam pasal itu merupakan “benda tak bergerak”. Pasal 511 KUH perdata juga menyebut beberapa hak, bunga uang, perutangan dan penagihan sebagai benda bergerak, yang ketiga adalah “zaak” dala arti barang yang berwujud, didalam Pasal 501, Pasal 503, Pasal 508 dan Pasal 511 KUH Perdata, kata “zaak” memang dapat diartikan sebagai bagian dari harta kekayaan, didalam Pasal 500, dan Pasal 520 KUH Perdata dan lain lain mengatur mengenai benda dalam arti barang berwujud, namun yang terpenting adalah untuk membedakan antara “zaak” dalam arti barang berwujud dan “zaak” dalam harta kekayaan, dengan kata lain untuk membedakan apakah sesuatau ‘zaak” dalam lapangan zakenrecht dan apakah sesuatu itu adalah “zaak” dalam lapangan verbintenissenrecht. Yang keempat adalah : Benda dalam Lapangan Hukum Benda dan Benda dalam lapangan Hukum Perikatan, ‘zaak” dalam lapangan Hukum Benda terhadap itu dapat dilakukan penyerahan dan umumnya dapat menjadi obyek dari Hak Milik. Tetapi apabila sesuatu bukanlah “zaak” dalam arti demikian, maka itu tak berarti bahwa tidak dapat menjadi obyek dari Hukum Perikatan. Apakah kamar atau lantai dua dari sebuah rumah bertingkat itu merupakan suatu “zaak” tersendiri ?, jika itu dianggap sebagai bagian dari rumah dan dikatakan bukan “zaak” tersendiri, maka terhadap bagian bagian tersebut tidak dapat dilakukan penyerahan, bagian bagian itu tidak dapat dijadikan obyek dari eigendom, yang dapat itu rumahnya, dengan kata lain bagian bagian itu bukan “zaak” dalam lapangan zakenrecht, akan tetapi dalam lapangan verbintenissenrecht. Yang kelima adalah Pembedaan macam macam benda, menurut KUH Perdata benda dapat dibedakan sebagai berikut : barang barang yang berwujud dan barang barang yang tidak berwujud, barang bergerak dan barang barang tak bergerak, barang barang yang tak dapat dipakai habis dan barang barang yang tidak dapat dipakai habis, barang barang yang yang sudah ada dan barang barang yang masih akan ada, barang barang dalam perdagangan dan barang barang diluar perdagangan, namun yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah pembedaan antara barang bergerak dan barang tak bergerak, karena sesuai dengan rumusan masalahnya sehingga akan nampak apakah jaringan listrik merupakan barang tak bergerak atau barang bergerak sehingga dalam hibahnya nanti akan jelas juga bagaimana penyerahannya.

PEMBAHASAN
Perbedaan yang Pertama perbedaan dari benda tak bergerak dibedakan antara kenyataan wujud benda yaitu :
Benda tak bergerak karena sifatnya, contohnya : tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya termasuk pohon pohon dan tumbuh tumbuhan lainnya.
Benda tak bergerak karena tujuannya, contohnya : mesin mesin didalam sustu pabrik yang terikat didalam pondasi yang ditanam dalam tanah dan merupakan benda pokok;
Benda tak bergerak menurut ketentuan Undang Undang, Pasal 508 KUH Perdata menyatakan bahwa : semua hak atas benda tak bergerak dianggap sebagai atau merupakan benda benda tak bergerak, contoh : hak memungut hasil atas benda tak bergerak, hak memakai atas benda tak bergerak, hak Tanggungan dan lain lain.
Sedangkan benda bergerak dibedakan atas :
Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata ialah benda yang dapat dipindahkan misalnya : meja, kursi atau dapat pindah dengan sendirinya misalnya binatang ternak;
benda bergerak karena ketentuan Undang Undang, menurut Pasal 511 KUH Perdata ialah hak hak atas benda yang bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda bergerak, hak pemakaian atas benda bergerak, saham saham dari perseroan dan lain lain.
Perbedaan yang Kedua antara benda bergerak dan tak bergerak adalah dari cara penyerahan benda tersebut yaitu:
Untuk benda tak bergerak dengan cara :
Yuridische levering (penyerahan secara Hukum)
Pendaftaran di kantor Badan Pertanahan Nasional
Untuk benda bergerak dengan cara :
Cukup dari tangan ketangan.
Pembedaan yang lain antara benda bergerak dan benda tak bergerak ini penting artinya. Pentingnya ini berhubungan dengan 4 hal yaitu :
Bezit
Levering (penyerahan)
Verjaring (kadaluarsa)
Bezwaring (pembebanan)
Ad 1. Mengenai bezit misalnya terhadap barang bergerak berlaku azas seperti yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata- yaitu bezitter dari barang bergerak adalah eigenaar dari barang tersebut. Sedangkan kalau barang barang tak bergerak tidak demikian halnya.
Ad 2. Mengenai levering terhadap benda bergerak itu dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan terhadap benda tak bergerak dilakukan dengan balik nama.
Ad 3. Mengenai verjaring ini juga berlaianan. Terhadap benda benda bergerak itu tidak dikenal verjaring sebab bezit disini sama dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedang benda benda tak bergerak mengenal adanya verjaring.
Ad 4. Mengenai bezwaring (pembebanan) terhadap benda bergerak harus dilakukan dengan pand (gadai) sedang terhadap benda tak bergerak harus dilakukan dengan pembebanan hak tanggungan (Undang Undang No 4 tahun 1996)

Didalam pembahasan ini yang perlu untuk juga dikaji adalah levering (penyerahan) dan ini merupakan cara memperoleh hak milik yang penting dan yang paling sering terjadi dalam masyarakat.penyerahan ini merupakan lembaga hukum yang hanya dikenal khusus dalam sistem hukum Perdata . Menurut Hukum Perdata yang dimaksud dengan penyerahan itu : penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu.
Sebagaimana disebutkan diatas, macam cara Penyerahan dari benda benda :
Benda bergerak
Benda tak bergerak
Benda bergerak itu masih dibedakan atas :
Benda bergerak yang berwujud
Benda bergerak yang tak berwujud
Penyerahan dari benda bergerak yang berwujud, caranya diatur menurut ketentuan dari pasal 612 ayat (1) KUH Perdata : dilakukan dengan penyerahan nyata (feitelijke levering) atau penyerahan dari tangan ketangan, ada kalanya penyerahan benda benda bergerak yang berwujud itu dilakukan dengan cara menyerahkan kunci dari tempat/gedung dimana benda itu disimpan, misalnya : akan menyerahkan gula atau beras satu gudang dengan cara menyerahkan kunci dari gudang itu dimana barang barang itu disimpan, atau misalnya menyerahkan mobil atau rumah dengan menyerahkan kunci mobil atau rumah tersebut.
Kalau diperhatikan dengan seksama dan dari beberapa penjelasan diatas maka jaringan listrik menurut pendapat penulis adalah merupakan benda bergerak yang berwujud dengan merujuk kepada
Benda Bergerak karena sifatnya (Pasal 509 KUH Perdata) yang menyebutkan :
“Kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat berpindah atau dipindahkan “

Benda bergerak karena ketentuan Undang undang menurut pasal 511 KUH Perdata ialah hak hak atas benda yang bergerak misalnya : hak memungut hasil (vruchtgebruik) atas benda bergerak, hak pemakaian (gebruik) atas benda bergerak, saham saham dari NV dan lain lain.
Sebagai benda yang bergerak menurut sifatnya maka perlu diketahui dulu berbagai syarat penyerahannya
Syarat syarat Penyerahan :
Untuk sahnya penyerahan itu harus memenuhi syarat syarat tertentu :
1. Harus ada perjanjian yang zakelijk
2. Harus ada titel (alas hak)
3. Harus dilakukan oleh orang yang wenang menguasai benda benda tadi (orang yang beschikkingsbevoegd)
4. Harus ada penyerahan nyata
Kita tinjau sekarang satu persatu dari syarat syarat tersebut,
1. Perjanjian yang zakelijk
Ini adalah merupakan perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak hak kebendaan (zakelijke rechten) misalnya hak milik, bezit, hak tanggungan, gadai.
Dari perjanjian yang zakelijk ini tidak bisa timbul verbintenis, jadi berbeda sekali dengan perjanjian yang terdapat dalam buku III KUH Perdata. Perjanjian dalam buku III KUH Perdata itu umumnya bersifat obligatoir- yaitu perjanjian yang menimbulkan verbintenis. Misalnya perjanjian jual beli, perjanjian ini tidak dapat menyebabkan beralihnya hak milik, hanya menimbulkan verbintenis yaitu yang satu harus memberikan prestasi (menyerahkan bendanya) dan yang lain berhak atas prestasi itu . tapi perjanjian belum mengakibatkan beralihnya hak milik, jadi baru berpindah setelah adanya penyerahan, maka hak milik itu beralih. Kesimpulannya perjanjian obligatoir itu tidak menimbulkan atau menyebabkan pindahnya hak zakelijk melainkan hanya menimbulkan hak-hak persoonlijk.
2. Harus ada Titel (alas hak)
Titel atau alas hak itu adalah hubungan hukum yang mengakibatkan penyerahan atau peralihan benda. Hubungan hukum yang paling sering/biasanya mengakibatkan penyerahan ini ialah perjanjian. Misalnya :
· Perjanjian jual beli;
· Perjanjian tukar menukar;
· Perjanjian pemberian hadiah dan lain lain
Syarat harus adanya titel ini kita jumpai dalam pasal 548 KUH Perdata, menurut ajaran causaal yang dikemukakan oleh Diephuis, Scholten dan lain lain disebutkan bahwa :
Untuk sahnya penyerahan itu tergantung pada alas haknya, jika alas haknya sah maka penyerahannya sah, sebaliknya jika alas haknya tidak sah juga penyerahannya tidak sah. Untuk sahnya penyerahan diperlukan titel yang nyata atau yang riil jadi antara alas hak dan penyerahan nya itu ada hubungan causaal.
3. Kewenangan untuk menguasai bendanya (Beschikkings bevoegheid)
Syarat ini juga kita jumpai dalam pasal 584 KUH Perdata, dan syarat ini tidak lain adalah pelaksanaan dari suatu azas hukum: Azas Nemoplus. Ialah bahwa seseorang itu tidak dapat memperalihkan hak melebihi apa yang menjadi haknya. Dan lazimya yang wenang untuk menguasai benda itu ialah pemilik.
4. Penyerahan nyata dan penyerahan yuridis
Penyerahan nyata (feitelijke levering) yaitu penyerahan dari tangan ketangan. Feitelike levering ini harus kita bedakan dengan juridische levering. Dari perjanjian yang bersifat obligatoir itu timbul 2 macam kewajiban penyerahan yaitu : harus ada penyerahan nyata dan penyerahan yuridis, dan ini biasanya hanya dicakup dengan satu kata saja yaitu levering begitu saja. Pada benda bergerak penyerahan yuridis dan penyerahan nyata itu biasanya bersamaan, (pasal 1612 KUH Perdata)
Dari keempat syarat tersebut perlu digaris bawahi adalah dalam penyerahannya harus ada alas hak yang mengakibatkan penyerahan atau peralihan benda, dan yang dibahas dalam tulisan ini adalah penyerahan atau peralihan hak kepemilikan dari jaringan listrik tersebut bukan dengan jual beli, tukar menukar, tetapi dengan pemberian yang dikemas dalam bentuk hibah jaringan listrik

Hibah
Dari penulisan diatas dapat sementara disimpulkan bahwa jaringan listrik merupakan benda bergerak yang penyerahannya harus dilakukan denga suatu titel (alas hak), Hubungan hukum yang paling sering/biasanya mengakibatkan penyerahan ini ialah perjanjian . konstruksi hukum penyerahannya dapat melalui hibah yang diatur dalam pasal 1666 KUH Perdata, adapun beberapa hal mengenai hibah adalah sebagai berikut:

1. Definisi dan ketentuan hibah
Sesuai dengan pasal 1666 KUH Perdata, hibah ialah :
Persetujuan
Yang dilakukan selama masih hidup
Dengan Cuma cuma (om niet) memberikan suatu barang atau benda kepada seseorang demi untuk keuntungan penerima hibah sebagai pemberian yang diterima baik oleh sipenerima hibah
Pemberian itu tidak dapat ditarik kembali
Dari ketentuan pasal 1666 tersebut diatas, hibah disebutkan sebagai suatu persetujuan , yakni persetujuan yang terjadi antara si pemberi hibah dengan si penerima hibah, oleh karena itu hibah ditentukan oleh undang undang sebagai suatu persetujuan, dengan sendirinya hibah itu menimbulkan suatu konsekwensi hukum; pemberi hibah “wajib” menyerahkan dan memindahkan barang yang dihibahkan kepada si penerima hibah, Cuma dalam persetujuan hibah terdapat karakter yang bersifat “sepihak”. Hanya si pemberi hibah saja yang dibebani dengan kewajiban kewajiban, sedang penerima hibah, sama sekali tidak mempunyai kewajiban apa apa sebagai tegen prestasi. Disinilah letak karakter hibah sebagai persetujuan yang “sepihak” dengan “sifat Cuma cuma”.[2]. perjanjian yang sedemikian juga dinamakan perjanjian “sepihak” (“unilateral”) sebagai lawan dari perjanjian “bertimbal balik” (“bilateral”), perjanjian yang lazim adalah bahwa orang yang menyanggupi suatu prestasi karena ia akan menerima suatu kontra prestasi.[3]
Perkataaan diwaktu hidupnya si penghibah, adalah untuk membedakan penghibahan ini dari pemberian pemberian yang dilakukan dalam suatu testamen (surat wasiat), yang baru akan mempunyai kekuatan dan berlaku setelah sipemberi meninggal dan setiap waktu selama sipemberi masih hidup, dapat dirobah atau ditarik kembali olehnya. Pemberian dalam testamen itu dalam KUH Perdata dinamakan “legaat” (“hibah wasiat”) yang diatur dalam hukum waris, sedangkan penghibahan ini adalah suatu perjanjian. Karena penghibahan menurut KUH Perdata merupakan suatu perjanjian, maka dengan sendirinya tidak boleh ditarik kembali secara sepihak oleh si penghibah.
Perkataan dengan Cuma cuma, secara formal pemberian hibah harus benar benar merupakan pemberian secara Cuma cuma, suatu hibah menjadi batal apabila dalam perjanjiannya dibuat dengan syarat bahwa sipenerima hibah akan utang utang atau beban beban lain, selain yang dinyatakan dengan tegas didalam akta hibah sendiri atau di dalam suatu daftar yang ditempelkan padanya (pasal 1670 KUH Perdata).
Perkataan hibah tidak dapat dicabut kembali (Onheeroepelijk) dimaksudkan bahwa karena hibah merupakan perjanjian “sepihak’ maka pemberi hak tak dapat lagi menarik dan mencabut lagi barang yang telah dihibahkannya, pencabutan baru dapat dilakukan, jika penerima hibah memberi persetujuan dari penerima hibah, tidak ada halangan untuk untuk mencabut kembali barang yang dihibahkan. Karena itu pencabutan suatu hibah ‘dapat dilakukan “ jika ada persetujuan dari ‘kedua belah pihak’ .
Obyek persetujuan hibah adalah benda/barang pada umumnya, termasuk benda yang tak berwujud dan berwujud Penghibahan harus dilakukanpada masa hidupnya kedua belah pihak. Inilah yang membedakan hibah dengan testamen/ hibah wasiat. Karena pada testamen pelaksanaannya baru dilakukan setelah pemberi testamen meninggal dunia. Didalam pengertian hibah tadi terdapat suatu syarat , yakni hibah tersebut harus dimaksudkan untuk”menguntungkan” atau menambah kekayaan pihak penerima hibah.berarti pemberi hibah menyerahkan sesuatu kekayaan “secara sukarela” dan “Cuma cuma” untuk dipindahkan menjadi keuntungan dan menambah harta kekayaan si penerima hibah. Dan apa yang telah diserahkan sebagai hibah, tidak dapat dicabut kemudian.
2. Kecakapan untuk memberi dan menerima hibah
Untuk menghibahkan, seseorang selain ia harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa. Dikecualikan dalam hal seseorang belum mencapai usia 21 tahun, menikah dan pada kesempatan itu memberikan sesuatu dalam suatu perjanjian perkawinan (1677). Orang yang belum mencapai usia genap 21 tahun itu diperkenankan membuat perjanjian perkawinan asal a dibantu olehorang tuanya atau orang yang memberikan ijn kepadanya untuk melangsungkan perkawinan



3. Cara menghibahkan sesuatu

Pasal 1682 KUH perdata menetapkan : Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat atas ancaman batal, selainnya dengan suatu akte notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu. Ternyata pasal 1687 yang ditunjuk itu berbunyi demikian :Pemberian barang barang bergerak yang bertubuh atau surat surat penagihan utang atas tunjuk dari tangan satu ketangan lain, tidak memerlukan suatu akte, dan adalah sah dengan penyerahan belaka kepada sipenerima hibah atau kepada seorang pihak ketiga, yang menerima penghibahan ituatas nama si penerima hibah.
Dari Pasal Pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat bahwa untuk penghibah an benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas dalam bentuk akte notaris, tetapi untuk penghibahan benda bergerak yang bertubuh atau surat penagihan utang atas tunjuk (“aan tonder”) tidak diperlukan sesuatau formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan barangnya begitu saja kepada sipenerima pemberian hibah atas namanya. Kemudian dalam Pasal 1686 menetapkan Hak milik atas benda benda yang termaktub dalam penghibahan, sekalipun penghibahan itu sudah diterima secara sah, tidaklah berpindah kepada sipenerima hibah, selainnya denganjalan penyerahan yang dilakukan menurut ketentuan Pasal pasal 612, 613, 616 KUH perdata, dalam sistem BW, dimana penghibahan itu dianggap sebagai hanya “obligatoir” saja (dalam arti belum memindahkan hak milik), maka yang ditetapkan oleh Pasal 1686 KUH perdata itu sudah semestinya.[4]

Kesimpulan
Jaringan Listrik merupakan benda bergerak yang berwujud yang dapat dipindah ta ngankan dari calon pelanggan ataupun pelanggan listrik kepada PLN dengan konstruksi Hukum Hibah dengan syarat :
1. Adanya persetujuan dari calon pelanggan ataupun pelanggan sebagai pemberi hibah dan PLN sebagai penerima hibah dan dibuat suatu perjanjian sebagai alas hak dan didalam perjanjian tersebut termaktub suatu klausula bahwa dalam pemberian yang berbentuk hibah itu tidak ada suatu syarat atau beban apapun dari pemberi hibah, karena diancam batal sesuai dengan pasal 1670 KUH Perdata, misalnya dengan hibah tersebut pemberi hibah mensyaratkan kepada PLN beberapa syarat dan beban yang harus dipenuhi oleh PLN.
2. Kemudian kecakapan dan kewenangan pemberi dan penerima hibah dan disebutkan dengan jelas bahwa pemberi hibah sebagai eigenaar (pasal 1977 KUH perdata) hal tersebut dapat dibuktikan dengan asal usul barang yang akan dihibahkan, dan kecakapan dan kewenanangan adalah sebagai suatu syarat perjanjian itu sendiri seperti dipersyaratkan dalam pasal 1320 KUH Perdata.
3. Disamping perjanjian itu sendiri penyerahan nyatanya (feitelijke levering) dan penyerahan secara yuridis dapat dinyatakan dalam bentuk berita acara penyerahan fisik Teknik dengan menyebutkan tanggal penyerahan, volume dan spesifikasi jaringan listrik tersebut.

*) Pegawai pada Sub. Bid. Hukum PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI JATIM
[1] Hukum Benda, Sri Soedewi Machsoen Sofwan, hal 43
[2] Ibid hal 273
[3] Aneka perjanjian, R Soebekti, hal 95
[4] Ibid hal 104

3 komentar:

edpontoh mengatakan...

saya ingin bertanya beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. dasar hukum dari hibah tersebut, apakah ada aturan dari pt. pln khusus untuk hibah jaringan listrik atau hanya mengacu pada perbuatan sepihak pelanggan saja KUHPerdata.
2. terhadap barang apa saja bisa dilakukan hibah khusus untuk jaringan listrik.
3. bagaimana terhadap jaringan listrik yang telah dihibahkan kepada pt. pln, tiba-tiba jaringan listrik tersebut rusak... apakah pt. pln sebagai penerima hibah bertanggung jawab untuk melakukan pengantian jaringan listrik ataukah pelanggan/pemberi hibah yang harus bertanggung jawab melakukan pengantian jaringan listrik tersebut....

terima kasih sebelumnya

suswantoro mengatakan...

Mohon Pencerahan pak Pemda akan menghibahkan mesin genset kapasitas2(dua)Buah Mesin Genset Merek CAT Pengadaan Genset Model 3412, Kapasitas 725 KVA sebanyak 2 unit bagaimana hukumnya sedangkan mesin tsbt pengadaan tahun 2008 dan sudah digunakan oleh PLN tetapi sekarang rusak.Waktu dulu belum ada Perjanjian Hibah hanya BAST dgn alasan karena Suply Listrik ke Masyarakat sering terjadi pemadaman mohon penjelasan apakah ada berdampak hukum pak tolong di email:antoasset@gmail.com

Arito mengatakan...

Mau tanya ada ngak Biaya Pengurusan Berita Acara Serah Terima Hibah dari Pihak Ketiga Kepada PLN, untuk sambungan Instalasi Listrik Baru