Laman

Kamis, 28 April 2011

Pajak Penerangan Jalan (PPJ) atau Pajak Penggunaan Listrik (PPL) ???...

Oleh : Miftakhus Saidin, SH.MKn.


I. PENDAHULUAN

Ribuan Peraturan Daerah yang mengatur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah diterbitkan selama hampir lima tahun penerapan otonomi Daerah. Repotnya dari semua Peraturan daerah yang diterbitkan tadi dibuat oleh lembaga yang pelaksana didalam lembaga tersebut tidak mempunyai keahlian dibidang hukum dan Tata Negara, akibatnya prduk peraturan perundang-undangan tersebut banyak yang sebenarnya tidak memenuhi unsure legislasi baik pada bidang materi, maupun bahasa hukumnya. Padahal syarat ini memegang peranan penting sebelum prduk peraturan perundang-undangn tersebut diberlakukan.

Hingga akhir oktober 2004 saja Depatemen Keuangan telah mengevaluasi sekitar 3.967 Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi yang dinilai bermasalah. Pengkajian dilakukan karena Peraturan Daerah tersebut menyimpang dari semangangat penerbitan Undang-undang nomor 34 tahun 2000 tentang Retribusi dan Pajak Daerah ( Jawa Pos, edisi Senin, 29 November 2004).
Dalam tulisan ini Penulis akan memberikan pendapatnya mengenai salah satu contoh Pajak Daerah yang jika ditinjau dari aspek sosioligis, bahasa subyek dan obyek pajak daerah tersebut kurang mengena, sehingga perlu kiranya ditinjau kembali dan bahkan mungkin dirubah agar dapat memberikan makna an tujuan seperti yang diharapkan dari semangat bagaimana dan apa yang menjadi tujuan dibuaynya Peraturan Daerah itu sendiri yangki Peraturan Paerah tentang PAJAK PENERANGAN JALAN.
Walaupun Penulis masih belum yakin apakah jenis Peraturan Daerah ini termasuk dalam salah satu dari 3.967 Peraturan Daerah yang oleh Menteri Dalam Negeri akan diusulkan untuk dihapuskan sebagaimana diberitakah dalam sebuh media massa tidak lama sebelum ini ditulis, penulis agaknya masih kurang yakin karena sampai saat ini Menteri Dalam Negeri sendiri belum secara resmi mengumumkan secara resmi Peraturan Daerah - Peraturan Daerah mana yang dinilai bermasalah sehinggga diusulkan untuk diinjau kembali, namun untuk menambah pengetahuan dan mungkin sebagai bahan pertimbangan bagi penyusunnya untuk bisa menjadikan masukan dalam rangka perbaikannya nanti.

II. STRUKTUR PAJAK PENERANGAN JALAN.

Pajak Penerangan Jalan adalah salah satu jenis Pajak Daerah yang direkomendasikan dari UU nomor 25 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki dengan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah Pusat dan Daerah BAB V pasal 6 ayat (1) yang berbunyi : bahwa Pendapatan Asli daerah (PAD) bersumber dari
BAB V
PENDAPATAN ASLI DAERAH

Pasal 6
(1) PAD bersumber dari:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.

Juncto UU Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak Daerah dalam pasal 2 ayat (2) huruf e yang selengkapnya berbunti :Jenis pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;

Kemudian atas dasar itulah kemudian Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor : 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor : 10 tahun 2002 tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan dan kemudian Pemerintah Daerah melaksanakannya dengan membuat Peraturan Daerah di masing masing Daerahnya dengan berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut.
Besarnya tarip Pajak Penerangan Jalan sendiri diserahkan pada masing-masing daerah. Namun keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut membatasi besarnya tariff maksimal untuk non industri sebesar 9 % sedang untuk Industri maksimal 3 % dari total tagihan rekening listrik.
Pajak Penerangan Jalan sendiri awalnya merpakan salah satu jenis pungutan retribusi daerah kepada seluruh pelanggan listrik kecuali yang dikecualikan seperti pelanggan listrik untuk keperluan kantor Pemerintah , ABRI, dan Badan Sosial. Retribusi dimaksud sesuai dengan namanya “Biaya Penerangan Jalan Umum” atau disingkat BPJU digunakan untuk membiayai rekening Penerangan Jalan Umum dan perawatannya yang dikelola oleh Pemerintah Daerah setempat.
Sebelum berlakunya Otonomi Daerah, besar tarifnya diberlakukan secara Nasional. Pemungutannya sendiri pun dilakukan melalui PLN berdasarkan Surat Keputusan Bersama tiga menteri terkait yaitu Menteri Pertambangan dan Energi sebagai Departemen yang membawahi PLN dan Menteri Dalam Negeri yang membawai Pemerintah Daerah dan menteri Keuangan dengan surat Keputusan Bersama nomor 71A tahun 1993, nomor 2862.K/841/M.PE/1993 tentang Pelaksanaan Pemungutan pajak Penerangan Jalan dan Pembayaran Rekening listrik Daerah. dengan cara memasukkan unsur retribusi tersebut kedalam rekening PLN, sehingga setiap pelanggan yang melunasi rekening listriknya secara otomatis terlunasi pula retribusinya yang kemudian oleh PLN disetor melalui Pemerintah Daerah setempat.

III. PERALIHAN DARI RETRIBUSI MENJADI PAJAK

Sebelum menjadi pajak, Pajak Penerangan Jalan merupakan pungutan yang berbentuk retribusi yang artinya orang yang membayar akan mendapatkan manfaat langsung dari iuran yang ia bayarkan. Retribusi pada umumnya berhubungan dengan prestasi-kembalinya adalah langsung. Memang itulah yang disengaja, sebab pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk mendapatkan suatu prestasi yang tertentu dari Pemerintah ( R. Satoso Brotodihardjo,SH, Pengantar Ilmu Pajak, 1995) sehingga setiap orang / badan / pelanggan listrik yang telah membayar retribusi penerangan jalan umum, ia berhak untuk mendapatkan penerangan jalan .
Namun faktanya terutama ketika listrik sudah masuk desa pemasangan penerangan jalan hanya terdapat di perkotaan saja, sedang di daerah pedesaan jarang atau bahkan tidak ada sama sekali, padahal masyarakat di pedesaan yang menjadi pelanggan listrik juga dikenakan / membayar retribusi. Protes tersebut semakin keras terutama setelah Orde Reformasi.
Atas dasar inilah kemudian muncul protes dari masyarakat pedesaan atau yang di daerahnya tidak mendapatkan penerangan jalan untuk bisa mendapatkan lampu penerangan jalan sebagai manfaat langsung sebagaimana pengertian retribusi sehingga Pemerintah Daerah merasa kerepotan karena tidak mungkin bisa memberikan penerangan jalan di setiap wilayah yang telah membayar retribusi, maka muncul ide untuk menjadikan retribusi penerangan jalan ini menjadi Pajak Penerangan Jalan. Dengan demikian sudah tidak ada lagi alasan untuk menuntut manfaat langsung karena sudah menjadi pajak. Sebagaimana pengertian pajak menurut pendapat Mr. Dr. NJ Felmann adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada Penguasa menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum, tanpa adanya kompensasi dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran umum dan Bahkan menurut Prof. Dr. MJH. Smeets pajak dapat dipaksakan.
Selanjutnya seiring dengan keluarnya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah maka Retribusi Penerangan Jalan diubah menjadi Pajak Penerangan Jalan.

IV. PAJAK PENERANGAN JALAN ATAU PAJAK LISTRIK, MANA YANG TEPAT ?
Penyusunan Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan memang diserahkan pada daerah masing-masing dalam bentuk Peraturan Daerah (PERDA), pedoman penyusunannya pun sudah diberikan panduan oleh Menteri Dalam Negeri, namun toh terjadi ketidak seragaman dari masing masing Peraturan Daerah bukan dari tarifnya tetapi dari redaksi dan pendefinisiannya. Hal ini wajar karena memang perubahan dari pajak penerangan jalan ini dari retribusi menjadi pajak tidak disertai dengan perbaikan dan filosofi dari pengertian pajak itu sendiri. Penyusun tampaknya tidak ingin menghilangkan nama penerangan jalan yang sudah terlanjur populeh di masyarakat, atau hanya ingin cari mudahnya saja.
Kalau kita abil contoh misalnya Pajak Penghasilan ialah Pajak yang dikenakan atas suatu penghasilan, subyeknya orang / badan yang mempunyai penghasilan, obyeknya penghasilan itu sendiri. Pajak Reklame ialah Pajak yang dikenakan atas pemasangan reklame, Subyeknya setiap orang yang memasang reklame, obyeknya reklame dan sebagainya. Sekarang coba kita resapi nama Pajak Penerangan Jalan bisa berarti Pajak yang dikenakan atas penerangan jalan atau pajak atas penggunaan penerangan jalan, subyeknya pengguna penerangan jalan, obyeknya penerangan jalan, tetapi apa yang terjadi ?, ternyata tidak demikian. Mari kita lihat beberapa pengertian dari Pajak Penerangan Jalan dari UU, Permendagri maupun dari Perda :
a. Keputusan Mendagri nomor 10 tahun 2002 tanggal 30 April 2002, tentang Pemungutan Pajak Penerangan Jalan.
Pasal 1 huruf c.
Pajak Penerangan Jalan adalah Pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah Daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah, subyeknya adalah pelanggan (listrik) . Obyeknya tidak diatur.

b. Keputusan menteri Dalam Negeri nomor 35 tahun 2002 tentang Pedoman alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah.
Pasal 1 angka 7
Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disingkat PPJ adalah pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang tekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah. Subyeknya adalah pengguna Listrik. Obyeknya tidak diatur.

c. Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor : 65 tahun 2001 tentang.
Pasal 1 huruf d.
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan Tenaga listrik.
Subyek/wajib pajak adalah orang atau badan yang menggunakan listrik.
Obyek pajak adalah setiap pengguna tenaga listrik.

d. Peraturan Daerah Pemerintah Kotamadya DATI II Surabaya Nomor 16 tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan.
Pasal 1 huruf g.
Pajak Penerangan jalan yang selanjutnya disebut pajak adalah Pajak yang dipungut atas penggunaan tenaga listrik.
Subyek/wajib pajak adalah setiap pengguna listrik di daerah.
Obyeknya setiap penggunaan tenaga listrik di wilayah daerah yang tersebdia penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oeleh Pemerintah Daerah.
e. Peraturan Daerah Pemerintah Daerah Tingkat II Semarang Nomor 12 tahun 2001 tentang Pajak Penerangan Jalan
Pasasl 1 huruf f
Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penggunaan tenaga listirk.
Subyek/wajib pajak adalah setiap pengguna listrik.
Obyek Pajak adalah setiap penggunaan tenaga listrik.
Dan masih banyak lagi peraturan Daerah yang lainnya karena setiap Kabupaten dan Kotamadya di seluruh Indonesia dipastikan mempunyai Peraturan Daerah tentang Pajak Penerangan Jalan.
Namun dari berbagai sumber tersebut terdapat persamaan yang pengertian mengenai maksud dan tujuan ( obyek dan subyek) pajak yang hampir sama persis yaitu bahwa Pajak Penerangan Jalan tidak ada hubungan sama sekali dengan penerangan jalan, kalaupun ada mungkin hasil dari pajak tersebut salah satu alokasinya atau mungkin yang terbesar dipergunakan untuk mengelola dan membiayai Penerangan Jalan, boleh saja, tapi kembali ke pengertian pajak sebagai fungsi/sarana budgeter semua hasil dari pajak tersebut menjadi salah satu unsure Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan digunakan untuk membiayai belanja daerah, seperti membayar gaji Bupati, DPRD dan pegawai daerah lainnya, perbaikan dan pengadaaan sarana dan prasarana dan termasuk juga salah satunya membiayai penerangan jalan umum.
Nah, jika demikian masih relefankah jika Pajak atas Penggunaan Listrik disebut dengan Pajak Penerangan Jalan ??....

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Masih gak yah.... tergantung pemanfaatannya, kalo pemanfaatannya benar dan transparan saya kira boleh saja

Lampu Hemat Energi mengatakan...

Masih gak yah.... tergantung pemanfaatannya, kalo pemanfaatannya benar dan transparan saya kira boleh saja